konsep dasar bank syariah
I.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bank Syariah
Kata Bank dari kata banque dalam
bahasa Perancis, dan dari kata banco
dalam bahasa Italia yang berarti peti, lemari dan bangku. Pada umumnya yang
dimaksud bank syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang
yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu
usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang sebagai perangkat
utamanya.
Kegiatan dan usaha bank selalu berkaitan
dengan komoditas antara lain:
1. Pemindahan
uang.
2. Menerima
dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran.
3. Mendiskonsurat
wesel, surat order maupun surat-surat berharga lainnya.
4. Membeli
dan menjual surat-surat berharga,.
5. Membeli
dan menjual cek wesel, surat wesel, kertas dagang.
6. Membeli
kredit.
7. Memberi
jaminan kredit.
Sementara bank yang beroprasi sesuai
prinsip syari’ah Islam adalah bank yang dalam operasinya mengikuti
ketentuan-ketentan syari’at Islam, khususnya yang menyangkut dalam tata cara
bermu’amalat itu dijauhinya praktek-prakteknya yang dikhawatirkan mengandung
unsur-unsurriba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi
hasil dan pembiayaan perdagangan.
Bank syari’ah terdiri dua kata, yaitu
bank dan syari’ah. Kata bank bermakna suatu lembaga keuangan yag berfungsi sebagai
perantara keuangan dari kedua belah pihak yait pihak yang kelebihan dana dan
pihak yang kekurangan dana. Kata syari’a dalam versi bank syari’ah adalah atura
peranjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk
menyimpan dana dan atas pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai
hukum islam. Maka bank syari’ah dapat diartikan sebagai suatu lembaga euanga
ang berfungsi menjadi perantara bagi pihak yang berlebihana dan dn pihak yang
membutuhkan dana untuk kegiatan usah atau kegiatan yang lainnya sesuai hukum
islam.
Dengan demikian, bank syari’ah adalah
bank yang tidak mengandalkan baunga, dan oprasional produknya,baik penghimpunan
maupun penyuluhan dananya dan lalu lintas pembayaran serta peredaran uang dari
dan untuk debitur derdasarkan prinsip-prinsip hukum islam.[1]
B.
Latar Belakang Kemunculan Bank Syariah
Dalam sejarah diketahui bahwa baitulmaal
merupakan lembaga keuangan pertama yang ada pada zaman Rasulullah. Lembaga ini
pertama kali hanya berfungsi untuk menyimpan harta kekayaan negara berupa zakat,
infak, sedekah, pajak dan harta rampasan perang. Kemudian pada masa
pemerintahan sahabat berkembang pula lembaga lain, yaitu baitutamwil
yang bergerak dalam urusan penampungan dana – dana masyarakat untuk
diinvestasikan ke proyek – proyek atau pembiayaan perdagangan yang
menguntungkan.
Baitutamwil ini pada akhirnya berkembang menjadi berbagai
lembaga keuangan Islam yang cukup diperhitungkan di Timur Tengah. Akan tetapi
penggunaan nama baitutamwil tidak bisa dengan mudah diterapkan di
beberapa negara – negara Islam bekas jajahan negara – negara Eropa. Hal itu
disebabkan istilah baitutamwil tiidak dikenal dalam sistem perundang –
undangan negara – negara tersebut yang kebanyakan mewarisi undang – undang
negara yang menjajahnya. Oleh karena itu digunakan nama bank Islam untuk
menggantikan nama baitutamwil.[2]
Tujuan utama pendirian lembaga keuangan
berlandaskan syariah adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap
aspek ekonominya berdasarkan aturan Al Quran dan As Sunnah. Upaya awal
penerapan sistem profit and loss sharing tercatat di Pakistan dan
Malaysia sekitar tahun 1940-an yang memulai eksistensinya dengan mengelola dana
– dana jamaah haji dengan cara yang tidak sama dengan yang dilakukan bank
konvensional. Rintisan institusional lainnya adalah lahirnya Mit Ghamr Lokal
Saving Bank pada tahun 1963 di Kairo Mesir yang didirikan oleh Prof. Ahmed
Najjar.[3]
Di negara Indonesia sendiri lembaga perbankan
Islam pertama kali dikenal dengan nama baitulmaal yang merupakan bagian
dari masjid dan pesantren. Fungsi dari baitulmaal ini adalah untuk
menampung dana zakat, infak, dan sedekah serta beberapa fungsi lain
seperti menampung berbagai dana – dana yang ada di kalangan masyarakat untuk
kemudian diinvestasikan dengan sistem bagi hasil ataupun untuk membiayai
perdagangan yang sebenarnya merupakan fungsi baitutamwil. Akan tetapi
melihat kenyataan bahwa Indonesia adalah negara bekas jajahan Belanda yang
mengadopsi peraturan perundang – undangan Belanda, maka lembaga tersebut tidak
begitu dikenal. Oleh karena untuk menghindari masalah legalitas, maka
dipakailah nama bank Islam atau bank syariah sebagaimana yang terjadi di
beberapa negara Islam bekas jajahan Eropa.[4]
Pada awal 1980-an diskusi mengenai bank
syariah mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat adalah Karnaen A.
Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A. M. Saefudin, M. Amien Azies, dan lain –
lain. Mereka mulai melakukan beberapa uji coba seperti Baitutamwil Salman
Bandung serta Koperasi Ridho Gusti di Jakarta. Akan tetapi prakarsa lebih
khusus untuk mendirikan bank Islam baru pada tahun 1990. MUI pada tanggal 18 –
20 Agustus 1990 menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di cisarua
bogor. Hasil lokakarya tersebut dibahas secara mendalam pada Munas IV MUI pada
22 – 25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas tersebut dibentuk kelompok kerja
untuk mendirikan bank Islam Indonesia. Akhirnya berdirilah PT Bank Muamalat
Indonesia pada tahun 1991 melalui akata pendirian yang ditandatangani pada
tanggal 1 November 1991.[5]
C.
Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank
Konvensional
Dalam berbagai hal bank syari’ah dan
bank konvesional memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan
uang, mekanisme transfer, tenologi komputer yang digunakan, persyaratan umum
pembiayaan dan lain sebagainya.Akan tetapi juga banyak perbedaan mendasari
antara keduanya. Secara umum perbedaan antara bank konvesional dan bank
syari’ah sebagai berikut[6] :
Unsur
|
Bank Syari’ah
|
Bank konvesional
|
- akad dan aspek
legalitas
- lembaga
penyelesaian sengketa
- Struktur
oranisasi
- Investasi
- Prinsip
organisasi
- Tujuan
- Hubungan nasabah
|
- Hukum islam dan
hukum positif
- BadanAbritase Mu’amalat Indonesia(BAMUI, Basyarnas)
- Ada Dewan
Syari’at Nasional (DSN) dan dewan Pengawas Syari’ah (DPS)
- Halal
- Bagi hasil, jual
beli, sewa
- Profit dan falah oriented
- Kemitraan
|
- Hukum positif
- Badan Abritase
Nasional Indonesia
- Tidak ada DSN dan
DPS
- Halal dan haram
- Perangkat bunga
- Profit oriented
- Debitur dan
kreditur
|
Adapun
perbedaan dari segi bunga dan bagi hasil dapat djabarkan sebagai berikut:
No
|
Bunga
|
Bagi hasil
|
1.
2.
3.
3.
4.
|
Penentuan
bunga dibuatpada waktu akad dan asumsi harus selalu untung.
Besarnya
presentase berdasarkan jumlah uang dan modal yang dipinjamkan.
Pembayaran
bunga tetap seperti yang dijalankan tanpa pertimbangan apakah proyek yang
dijalankan oleh pihk nasabah utntung atau rugi.
Jumlah
pebayaran bunga tia meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau
keadaan ekoomi sedan booming.
Eksistensi
baunga diragukan(kalau tidak dikecam), oleh semua agama termasuk islam.
|
Penentuan
besarnya rasio atau nasabah bagi hasil ibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
Besarnya
rasio bgi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
Bagi hasil
bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi,
keuntungan akan ditanggug oleh kedua belah pihak.
Jumlah
pembagian laba meningkat sesuai peingkatan jumlah pendapatan.
Tidak ada
yang meragukan keabsahan bagi hasil.
|
D. Prinsip Operasional Bank Syariah
Teori
perusahaan yang dikembangkan selama ini di Indonesia menekankan pada prinsip
memaksimalkan keuntungan perusahaan. Konsep ekonomi syariah menekankan konsep
manfaat pada kegiatan ekonomi yang lebih luas, bukan hanya pada manfaat di
setiap akhir kegiatan, melainkan pada setiap proses transaksi. Setiap kegiatan proses
transaksi dimaksud, harus selalu mengacu pada konsep maslahat dan menjunjung
tinggi asas-asas keadilan.
Selain
itu, prinsip dimaksud menekankan bahwa para pelaku ekonomi untuk selalu
menjunjung tinggi etika dan norma hukum dalam kehiatan ekonomi. Realisasi dari
konsep syariah pada dasarnya sistem ekonomi memiliki tiga ciri mendasar, yaitu
:[7]
a. Prinsip
keadilan
b. Menghindari
kegiatan yang dilarang
c. Memperhatikan
aspek kemanfaatan
Oleh karena itu, keseimbangan antara
memaksimalkan keuntungan dan pemenuhan prinsip syariah menjadi hal yang
mendasar bagi kegiatan operasional bank syariah.
Dalam hal pelaksanaan operasional sistem
perbankan syariah akan tercermin prinsip ekonomi syariah dalam bentuk
nilai-nilai, bangunan ekonomi islam ditegakkan diatas lima nilai dasar yakni :
a. Nilai
Tauhid (ketuhanan)
Tauhid merupakan
fondamental kehidupan.Tauhid menjadi landasan dalam setiap kehidupan. Islam
sangat menghargai proses kerja dan segala perilaku ekonomi lainnya dengan cara
menilainya sebagai ibadah yang pasti berpahala.[8]
b. ‘Adl
(keadilan)
Allah memberikan
fasilitas kehidupan berupa alam dan segala yang terkandung didalamnya untuk
manusia.Al-Quran memerintahkan pada umatnya untuk berlaku adil.
“....Dan jika kamu
memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah dengan cara yang adil. Sesungguhnya
Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat adil. (QS. Al-Maidah :42)
Implikasi dari nilai
dasar ini dalam bidang ekonomi ialah bahwa kegiatan ekonomi tidak hanya
berorientasi pada keuntungan pribadi setinggi-tingginya tanpa menghiraukan
bahkan merugikan orang lain.
c. Nubuwwah
(kenabian)
Untuk umat Islam Allah
telah memilih Muhammad SAW sebagia nabi dan rasul terakhir.Dalam bidang
ekonomi, Nabi Muhammad memberikan ajaran nyata mengenai kerjasama saling
menguntungkan, salah satunya adalah kegiatan dagang bekerjasama dengan Siti
Khadijah ra.Oleh karenanya, prilaku ekonomi kita harus mengambil contoh dan
ajaran nabi.
d. Khilafah
(kepemimpinan/ pemerintahan
Pola interaksi ini
harus dituntun oleh nilai-nilai islam dan bermuara pada peribadatan. Untuk
mewujudkan misi tersebut, manusia membutuhkan sebuah alat yang berupa pemerintahan
(khilafah).
Didalam ekonomi islam,
pemerintah memegang peranan yang kecil, tetapi sangat penting. Peran penting
tersebut ialah memberikan jaminan pelaksanaan sistem ekonomi islam, dan
memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia. kesemuanya dalam
rangka menuju kesejahteraan bersama.
e. Ma’ad
(hasil akhir-kembali)
Prinsip ini menegakkan bahwa proses
ekonomi akan dipertanggung jawabkan sampai akhirat. Dengan mempertimbangkan dua
kehidupan, perilaku bisnis dalam islam diahrapakan dapat mendatangkan dsua
keuntungan sekaligus. Keuntungan didunia terlihat dari perkembangannya uasaha
dan keuntungan diakhirat terlihat dari pahala yang lebih besar.[9]
Pada prinsipnya, produk yang ditawarkan
oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Produk
penyaluran dana (financing)
b. Produk
penghimpunan dana (funding)
c. Produk
jasa (service)
A. Penyaluran
dana
Dalam menyalurkan dananya kepada nasabah, produk
pembiayaan syariahterbagi ke dakam empat kategori yang dibedakan berdasarkan
tujuan penggunaannya, yaitu :
-
Prinsip jual
beli
Prinsip
ini dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan benda (transfer
of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian
harga atas barangyang dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan
bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni :
Ø Murabahah
Murabahah
adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungan .bank
bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah
harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan.
Kepemilikan barang akan
berpindah kepada nasabah segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan
secara cicilan tetap yang besarnya telah disepakati sampai pelunasannya.
Ø Salam
Salam
adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh
karena itu, barang diserahkan dalam waktu yang akan dating, sementara
pembayaran dilakukan secara tunai.
Syarat utama adalah barang yang akan diserahkan tersebut dapat
ditentukan spesifikasinya secara jelas.
Ø Istishna’
Istishna’
ini menyerupai salam, akan tetapi bank
melakukan pembayaran secara termin atau beberapa kali dalam jangka waktu
tertentu sesuai kesepakatan. Ketentuan
umum pembiayaan istishna’ adalah spesifikasi barang harus jelas. Umumnya
pembiayaan istishna’ diaplikasikan pada pembiayyan manufaktur dan konstruksi
-
Prinsip sewa
Transaksi
sewa dilandasi adanya perpindahan manfaat.Sehingga ijarah adalah pembiayaan
yang obyeknya berupa manfaat atau jasa.Bagi pihak yang menyewakan harus
menyediakan barang yang disewa, sementara pihak yang yang menyewa harus
memelihara barang yang disewanya.
-
Prinsip bagi
hasil
Pada
prinsip bagi hasil ini, keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan
usaha yang diambil dari nisbah bagi hasil yang telah disepakati. Produk
pembiayaan yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah ;
Ø Musyarakah
Musyarakah
adalah pembiayaan yang dilakukan pihak bank untuk membiayai suatu proyek
bersama antara nasabah dan bank.Nasabah dapat mengajukan proposal kepada bank
untuk mendanai suatu proyek dan kemudian disepakati berapa modal dari bank dan
berapa modal dari nasabah.Serta ditentukan pula bagi hasil bagi masing – masing
pihak berdasarkan presentase pendapatan atau keuntungan dari usaha yang
dikembangkan sesuai dengan kesepakatan.[10]
Ø Mudharabah
Mudharabah
adalah pembiayaan yang dilakukan pihak bank untuk membiayai 100 % kebutuhan
dana dari suatu proyek atau usaha, sementara nasabah dengan keahliannya
menjalankan usaha tersebut dan bertanggungjawab atas kemungkinan yang terjadi.
Bank dan nasabah dapat menentukan bagi hasilnya menurut presentase pendapatan
atau keuntungan dari usaha tersebut sesuai kesepakatan.[11]
-
Akad pelengkap
Pembiayaan
akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan tiga
prinsip yang telah disebutkan di atas.Akad ini tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan. Pembiayaan prinsip akad pelengkap mempunyai jenis – jenis sebagai
berikut ;
Ø Hiwalah
Hiwalah
adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya.
Ø Rahn
Rahn
(gadai) adalah seseorang yang meminjam harta orang lain dengan memberikan
sesuatu barang miliknya yang mempunyai nilai ekonomi, seandainya terjadi
kegagalan dalam pembayaran, maka orang yang meminjamkan dapat memiliki barang
tersebut.[12]
Ø Qardh
Qardh
adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal,
yaitu ;
1. Sebagai
pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan
untyk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji.
2. Sebagai
pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi
keleluasan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM.
3. Sebagai
pinjaman kepada pengusaha kecil.
4. Sebagai
pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk
memenuhi kebutuhan pengurus bank. Pengurus akan mengembalikan cicilan tersebut
melalui pemotongan gaji.[13]
Ø Wakalah
Wakalah
adalah penyerahan mandate kepada orang lain. Wakalah dalam aplikasi perbankan
terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu.[14]
Ø Kafalah
Apabila
nasabah mebutuhkan garansi bank, maka nasabah dapat menempatkan sejumlah uang
tertentu untuk membuka garansi bank. Kafalah merupakan jaminan oleh penganggung
( kafil ) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua.
B. Produk
penghimpunan dana (funding)
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk
giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan adalah
prinsip wadi’ah dan mudharabah.
-
Wadi’ah
Wadi’ah
dikenal dengan prinsip titipan atau simpanan. Wadi’ah dapat juga diartikan
titipan murni dari satu pihak ke pihak lain. Pada dasarnya wadi’ah berfungsi
untuk titipan saja. Akan tetapi ada kasus yang meperbolehkan dana titipan
diinvestasikan, dengan ketentuan bahwa dana tersebut harus dikembalikan
seutuhnya kepada pemilik.
-
Mudharabah
Mudharabah
adalah sebuah akad kerjasama antar pihak, yaitu sahibul maal menyediakan 100 %
modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keutungan yang didapat akan
dibagi antara kedua belah pihak, sementara kerugian ditanggung shahibul maal
selama bukan merupakan kelalaian pihak pengelola.[15]
C. Produk
jasa (service)
Selain menjalankan fungsinya sebagai intermediaries
(penghubung) antara pihak yang membutuhkan dana ( deficit unit ) dengan pihak
yang kelebihan dana (surplus unit), bank syariah dapat pula melakukan berbagai
pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan. Jasa tersebut
antara lain :
-
Sharf (jual beli
valuta asing)
Sharf
adalah transaksi pertukaran antara uang dengan uang. Pengertian pertukaran uang
yang dimaksud disini yaitu pertukaran valuta asing , dimana mata uang asing
dipertukarkan dengan mata uang domestik atau mata uang lainnya.
-
Ju’alah
Jualah
adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada
pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak
kedua untuk kepentingan pihak pertama.Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank
dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah, seperti
referensi bank, informasi usaha dan lain sebagainya.[16]
Selain kedua jenis jasa
tersebut, masih banyak lagi pelayanan yang diberikan oleh perbankan syariah.
II.
KESIMPULAN
Bank syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran
serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip
syariah. Bank syariah dan bank konvensional mempunyai perbedaan dimana, yang
paling penting adalah tidak diteraplannya system bunga dalam praktek perbankan
syariah. Selain itu, prinsip utama bank syariah adalah prinsip keadilan,
menghindari kegiatan yang dilarang dan memperhatikan aspek kemanfaatan
[1] Wangsawidjaya
Z, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2012, Hal.
15−16.
[2]Nurul Huda dan Muhamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan
Teoretis Dan Praktis, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013, Hal. 25.
[3]Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik,
Jakarta : Gema Insani, 2001, Hal. 18 – 19.
[4]Nurul Huda dan Muhamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam
Tinjauan Teoretis Dan Praktis, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013,
Hal. 26.
[5]Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik,
Jakarta : Gema Insani, 2001, Hal. 25.
[6] Amir Mahmud
Dan Rukmana, Bank Syariah, Teori, Kebijakan Dan Studi Empiris Di Indonesia, Jakarta :
Erlangga,2010, Hal. 9 −10.
[7] Zainudin Ali, Hukum
Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, Hlm.20
[8]Muhammad Ridwan,
Konstruksi Bank Syariah Indonesia, Yogyakarta: Pustaka SM, Hlm.27
[9]Muhammad Ridwan,
Konstruksi Bank Syariah Indonesia, Yogyakarta: Pustaka SM, Hlm.29
[10] Zainuddin Ali,
Hukum Perbankan Syariah, Jakarta ; Sinar Grafika, 2008, Hal. 34
[11] Zainuddin Ali,
Hukum Perbankan Syariah, Jakarta ; Sinar Grafika, 2008, Hal. 35 – 36.
[12] Zainuddin Ali,
Hukum Perbankan Syariah, Jakarta ; Sinar Grafika, 2008, Hal. 36 – 37.
[13] Adiwarman A.
Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : Rajagrafindo
Persada, 2011, Hal. 106.
[14]Adiwarman A.
Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : Rajagrafindo
Persada, 2011, Hal. 107.
[15] Zainuddin Ali,
Hukum Perbankan Syariah, Jakarta ; Sinar Grafika, 2008, Hal. 23-26.
[16]Http://Khanaqwa.Blogspot.Com/2011/06/Sistem-Operasional-Perbankan-Syariah-Di.Html, Diakses Pada
Selasa 7 Oktober 2014, 11 : 13 WIB.
Komentar